Anda barangkali sering melihat kursi, meja, dan perabot rumah tangga
lainnya yang bahan bakunya berasal dari ban bekas. Semua itu merupakan
hasil kerajinan tangan sebagai upaya memanfaatkan ban kendaraan yang sudah
tidak terpakai lagi.
Praktik semacam itu lain lagi dengan yang dilakukan beberapa pengusaha
angkutan umum di Jakarta. Sejak krisis ekonomi melanda, harga ban menjadi
melejit tidak karuan.
Akibatnya, beberapa pengusaha angkutan, terutama bus, mendaur ulang ban
bekas sedemikian rupa sehingga bisa digunakan di jalanan.
Upaya itu berbahaya tetapi tetap saja dilakukan sehingga tidak heran
apabila banyak kasus ban bus angkutan umum yang meletus karena sebetulnya
tidak laik jalan.
Banyak cara telah dilakukan untuk mendaur ulang ban bekas. Selain menjadi
perabot, juga dijadikan sandal atau peranti rumahan lainnya.
Itu antara lain solusi pengolahan ban bekas di Indonesia. Kalau tidak untuk
perabot, digunakan lagi sebagai ban ya... bisa dipakai untuk dijadikan
pelampung darurat di kapal-kapal.
Bagaimana dengan pengolahan ban bekas di mancanegara?
Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 300 juta ban mobil bekas dibuang
sebagai sampah. Belum lagi di negara-negara Eropa yang diperkirakan lebih
dari 200 juta ban mobil bekas tiap tahunnya dibuang percuma. Demikian
laporan Voice of America baru-baru ini.
Mengolah ban dengan membakarnya, selain merusak pemandangan, juga
menimbulkan polusi udara. Sebabnya ban mobil bekas mengandung karet,
karbon, dan unsur kimia lainnya yang amat berbahaya bila dibakar begitu saja.
Sebagai contoh, di Virginia Amerika Serikat pada tahun 1983 tempat
pembuangan ban mobil bekas yang di dalamnya terdapat lima sampai tujuh juta
ban mobil bekas yang dibakar.
Bisa dibayangkan betapa tebalnya asap tebal yang berbau busuk dan beracun.
Api baru padam setelah sembilan bulan kemudian.
Dari sejumlah pengolahan ban mobil bekas tersebut, ternyata bahan baku itu
bisa didaur ulang untuk dijadikan energi listrik. Caranya, dengan
menghancurkannya, kemudian berupaya untuk mencampurnya dengan aspal pelapis
jalan.
Metode lainnya adalah dengan membakarnya sebagai bahan tambahan batu bara
di pusat-pusat pembangkit listrik. Dengan demikian, batubara pembangkit
listrik tidak melulu sebagai bahan baku tetapi ada suplemen lainnya yakni
ban bekas itu.
Namun, ternyata cara pembakaran seperti itu masih menimbulkan polusi yang
akhirnya terpaksa harus ditangani pula. Asap hasil pembakaran itu sangat
mengganggu kesehatan.
Beberapa waktu kemudian, sebuah perusahaan di Oklahoma, Amerika Serikat,
berhasil menciptakan teknologi baru untuk memanfaatkan ban mobil bekas itu
sebagai sumber energi dan sumber bahan baku. Hasil daur ulang dari ban
bekas yakni seperti carbon black bisa dipakai untuk membuat ban baru.
Selain itu, perusahaan Integrated Technology Group yang melakukan
pengolahan ban bekas ini akan mulai menggunakan ban bekas sebagai bahan
baku pusat pembangkit listrik yang tidak menimbulkan polusi.
Caranya ban bekas dibakar dan diambil panasnya untuk dijadikan pembangkit
listrik. Untuk itu, perusahaan dimaksud membuat media pembakaran yang mampu
menyaring asap tebal hasil pembakaran ban tersebut.
Saat ini, proyek dimaksud masih bersifat percontohan. Karena sifatnya masih
percontohan, listrik yang dihasilkannya juga hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan beberapa blok perumahan dalam sebuah kota.
Temuan baru ini banyak mendapat pengakuan dari para penata kota dan pakar
lingkungan Eropa.
Guna menggalang dana untuk proyek pembangkit listrik tenaga ban bekas itu,
Integrated Technology Group telah menjual sahamnya sejak Juli tahun lalu di
pasar saham Frankfurt.
Animo masyarakat lumayan terhadap langkah yang diambil untuk mengolah ban
bekas dimaksud. Hanya saja, ternyata masih dibutuhkan dana lebih untuk itu.
Solusi yang ditawarkan tersebut telah membuat kelompok negara persatuan
Eropa mengambil sikap bahwa mulai tahun 2006 nanti, semua mobil ban bekas
harus di daur ulang dan tidak boleh dibuang di tempat penimbunan sampah.
Menurut Scott Holden, seorang pejabat di Integrated Technology Group,
kesadaran orang Eropa untuk mencegah polusi lingkungan yang ditimbulkan
oleh dampak sampingan kehidupan modern cukup tinggi.
hasil kerajinan tangan sebagai upaya memanfaatkan ban kendaraan yang sudah
tidak terpakai lagi.
Praktik semacam itu lain lagi dengan yang dilakukan beberapa pengusaha
angkutan umum di Jakarta. Sejak krisis ekonomi melanda, harga ban menjadi
melejit tidak karuan.
Akibatnya, beberapa pengusaha angkutan, terutama bus, mendaur ulang ban
bekas sedemikian rupa sehingga bisa digunakan di jalanan.
Upaya itu berbahaya tetapi tetap saja dilakukan sehingga tidak heran
apabila banyak kasus ban bus angkutan umum yang meletus karena sebetulnya
tidak laik jalan.
Banyak cara telah dilakukan untuk mendaur ulang ban bekas. Selain menjadi
perabot, juga dijadikan sandal atau peranti rumahan lainnya.
Itu antara lain solusi pengolahan ban bekas di Indonesia. Kalau tidak untuk
perabot, digunakan lagi sebagai ban ya... bisa dipakai untuk dijadikan
pelampung darurat di kapal-kapal.
Bagaimana dengan pengolahan ban bekas di mancanegara?
Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 300 juta ban mobil bekas dibuang
sebagai sampah. Belum lagi di negara-negara Eropa yang diperkirakan lebih
dari 200 juta ban mobil bekas tiap tahunnya dibuang percuma. Demikian
laporan Voice of America baru-baru ini.
Mengolah ban dengan membakarnya, selain merusak pemandangan, juga
menimbulkan polusi udara. Sebabnya ban mobil bekas mengandung karet,
karbon, dan unsur kimia lainnya yang amat berbahaya bila dibakar begitu saja.
Sebagai contoh, di Virginia Amerika Serikat pada tahun 1983 tempat
pembuangan ban mobil bekas yang di dalamnya terdapat lima sampai tujuh juta
ban mobil bekas yang dibakar.
Bisa dibayangkan betapa tebalnya asap tebal yang berbau busuk dan beracun.
Api baru padam setelah sembilan bulan kemudian.
Dari sejumlah pengolahan ban mobil bekas tersebut, ternyata bahan baku itu
bisa didaur ulang untuk dijadikan energi listrik. Caranya, dengan
menghancurkannya, kemudian berupaya untuk mencampurnya dengan aspal pelapis
jalan.
Metode lainnya adalah dengan membakarnya sebagai bahan tambahan batu bara
di pusat-pusat pembangkit listrik. Dengan demikian, batubara pembangkit
listrik tidak melulu sebagai bahan baku tetapi ada suplemen lainnya yakni
ban bekas itu.
Namun, ternyata cara pembakaran seperti itu masih menimbulkan polusi yang
akhirnya terpaksa harus ditangani pula. Asap hasil pembakaran itu sangat
mengganggu kesehatan.
Beberapa waktu kemudian, sebuah perusahaan di Oklahoma, Amerika Serikat,
berhasil menciptakan teknologi baru untuk memanfaatkan ban mobil bekas itu
sebagai sumber energi dan sumber bahan baku. Hasil daur ulang dari ban
bekas yakni seperti carbon black bisa dipakai untuk membuat ban baru.
Selain itu, perusahaan Integrated Technology Group yang melakukan
pengolahan ban bekas ini akan mulai menggunakan ban bekas sebagai bahan
baku pusat pembangkit listrik yang tidak menimbulkan polusi.
Caranya ban bekas dibakar dan diambil panasnya untuk dijadikan pembangkit
listrik. Untuk itu, perusahaan dimaksud membuat media pembakaran yang mampu
menyaring asap tebal hasil pembakaran ban tersebut.
Saat ini, proyek dimaksud masih bersifat percontohan. Karena sifatnya masih
percontohan, listrik yang dihasilkannya juga hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan beberapa blok perumahan dalam sebuah kota.
Temuan baru ini banyak mendapat pengakuan dari para penata kota dan pakar
lingkungan Eropa.
Guna menggalang dana untuk proyek pembangkit listrik tenaga ban bekas itu,
Integrated Technology Group telah menjual sahamnya sejak Juli tahun lalu di
pasar saham Frankfurt.
Animo masyarakat lumayan terhadap langkah yang diambil untuk mengolah ban
bekas dimaksud. Hanya saja, ternyata masih dibutuhkan dana lebih untuk itu.
Solusi yang ditawarkan tersebut telah membuat kelompok negara persatuan
Eropa mengambil sikap bahwa mulai tahun 2006 nanti, semua mobil ban bekas
harus di daur ulang dan tidak boleh dibuang di tempat penimbunan sampah.
Menurut Scott Holden, seorang pejabat di Integrated Technology Group,
kesadaran orang Eropa untuk mencegah polusi lingkungan yang ditimbulkan
oleh dampak sampingan kehidupan modern cukup tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar