Pertama: Gaya Aksi-Reaksi Serta Momentum dan Impuls
Hukum III Newton yang berbunyi, “Jika
benda pertama mengerjakan gaya pada benda kedua, maka benda kedua akan
mengerjakan gaya yang besarnya sama pada benda pertama”.
Aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari adalah saat kita berjalan. Jika kita
berjalan pada permukaan yang keras, maka sebenarnya kita sedang menekan
lantai. Tapi berhubung lantai tersebut keras, maka lantai memberikan
gaya reaksinya dengan menahan kaki kita.
Lain
halnya jika kita berjalan di atas pasir/ tanah basah yang permukaannya
lebih lunak dari lantai. Gaya tekan yang kita berikan tidak terlalu
ditahan oleh tanah/pasir tersebut sehingga kaki kita bisa masuk ke
dalamnya.
Nah,
di sini ada kaitannya dengan gaya impuls. Jika kita menendang batu
besar dengan kecepatan tertentu, maka kaki kita akan merasa sakit karena
waktu kontak yang kecil menyebabkan gaya impuls yang diberikan menjadi
besar.
Lain
halnya saat kita menendang bola yang terbuat dari karet. Sudah pasti
kaki kita tidak akan sakit karena permukaannya yang lunak menjadikan
waktu kontak antara kaki dengan bola menjadi lebih lama ketimbang waktu
kontak antara kaki dengan batu. Waktu kontak yang lebih lama inilah yang
membuat kaki tidak terlalu sakit.
Dalam
kondisi seimbangnya, jumlah gaya sama dengan nol (F=0). Sedangkan
ketika bergerak, jumlah gaya yang bekerja sama dengan massa dikali
percepatan benda tersebut (F=ma).
Kita
juga mesti meninjau dahulu apakah benda tersebut diberi gaya secara
vertikal atau horizontal. Misal jika kita memberi gaya secara vertikal
pada meja, maka gaya normal (gaya tegak lurus bidang) benda tersebut
sama dengan gaya berat meja ditambah gaya tekan yang kita berikan
(F+W-N=0).
Dalam
kehidupan sehari-hari adalah jika kita berlaku keras pada siapa pun,
maka ada dua reaksi yang diberikan: orang tersebut akan membalas
bersikap keras atau orang tersebut diam saja. Waktu kontak dengan orang
yang tidak membalas sikap keras kita lebih lama dengan waktu kontak
dengan orang yang langsung membalas sikap keras kita. Tapi risikonya
kita jadi ternoda oleh “tanah/pasir tadi” dari orang yang
tidak bersikap keras tadi. Entah dengan nama kita yang semakin tercoreng
atau simpati pada orang yang tidak bersikap keras jadi semakin banyak.
Ini sesuai denga surat Al-Isra ayat 7 yang berbunyi, “jika
kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika
kamu berbuat kejahatan, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri”
Kedua: Frekuensi dan Resonansi
Tiap
benda memiliki frekuensinya sendiri. Kita sering menemukan kondisi saat
benda tertentu bisa retak/pecah saat ada nada/suara tertentu. Inilah
yang disebut dengan resonansi, yaitu ikut bergetarnya suatu benda karena
berada pada frekuensi yang sama. Berarti pada kasusu di atas,
suara/nada yang sedang mengalun memiliki frekuensi yang sama dengan
frekuensi retak/pecahnya gelas.
Istilah
frekuensi juga familiar dalam dunia telekomunikasi, terutama
pensinyalan. Kita bisa melakukan komunikasi melalui perangkat mobile
kita baik dengan suara maupun data karena perangkat yang kita gunakan
mendeteksi frekuensi dari jaringan telekomunikasi/komputer atau gabungan
keduanya. Maka jaringan pun memberikan frekuensi yang sama dengan
perangkat kita sehingga perangkat yang kita gunakan dapat melakukan
hubungan komunikasi data/suara. Jadi di sini, untuk bisa berkomunikasi,
diperlukan keseusuaian frekuensi antara perangkat yang kita gunakan
dengan BTS/access point terdekat.
Secara
perumusan, frekuensi adalah kebalikan waktu yang dibutuhkan untuk
merambatkan satu gelombang (f=1/T). Berhubung frekuensi ini berupa
gelombang, jadi makin banyak gelombang yang dihasilkan dalam satu waktu,
maka frekuensinya makin besar dan periodenya makin kecil.
Fenomena
resonansi dapat menjelaskan mengapa seseorang cenderung berkumpul
dengan orang-orang yang berkarakter hampir mirip atau dengan yang
memiliki hobi sejenis seperti banyaknya komunitas dengan hobi sejenis
atau komunitas lainnya. Mereka yang berada dalam naungan frekuensi otak
(pola pikir) yang sama akan lebih mudah berkomunikasi dibanding mereka
yang berada dalam naungan frekuensi otak yang berbeda.
Otak
kita pun juga memiliki frekuensinya masing-masing dari frekuensi alpha,
beta, terus ke frekuensi gamma. Nah, di sini saya akan menjawab
fenomena telepati menurut pengetahuan saya. Saat kita sedang berfikir
tentang seseorang yang hubungannya baik-baik saja dengan kita, dan kita
ingin menghubunginya, maka sesaat kemudian ternyata orang yang sedang
kita fikirkan justru lebih dahulu menghubungi kita. Kita sering kali
terheran-heran. Qo bisa ya?
Ya
bisa, soalnya, saat itu kita sedang mengirimkan frekuensi ke seseorang
yang sedang kita fikirkan. Dan otomatis fikirannya langsung mengetahui
bahwa itu adalah sinyal frekuensi dari kita. Makanya otaknya merespon
dengan menghantarkan pesan berupa bayangan diri kita. Dan entah kenapa
ada kekhawatiran tentang diri kita. Lalu kemudian ia pun berkeinginan
menghubungi kita, sama seperti keinginan kita menghubunginya. Maka
reaksi yang sering kita katakan adalah, “Aku baru aja mo telepon kamu.
Eh kamu udah telepon aku duluan”. Cucuitttt…..
Ketiga: Teori Relativitas
Dalam
teori relativitas disebutkan, pergerakan dengan kecepatan tertentu
menyebabkan terjadinya dilatasi (pemuluran) waktu dan kontraksi
(pengerutan) panjang. Dalam teorinya, dilatasi waktu seperti yang
dialami astronot dalam pesawat ulang-alik yang kecepatannya mendekati
kecepatan cahaya dapat membuat mereka awet muda. Dilatasi waktu
sebenarnya diperuntukkan pada kecepatan yang sangat tinggi.
Untuk
relativitas ini, rumusnya tidak susah, hanya mengganti dengan l
(panjang) dan t (waktu) serta faktor pengalinya masing masing.
Tapi
pada kenyataannya, orang-orang yang bergerak cepat atau mereka yang
lebih banyak menghabiskan kalori tubuhnya bisa jadi lebih awet muda
ketimbang mereka yang bergerak lambat atau bahkan jarang bergerak. Apa
sebab? Karena dengan bergerak lebih cepat, organ tubuh jadi lebih sehat
karena kalori yang terbakar jauh lebih banyak ketimbang bergerak lambat
atau berdiam diri. Hal inilah yang mengurangi timbunan lemak tubuh
sehingga mereka yang bergerak cepat terlihat lebih segar.
Keempat: Radiasi Benda Hitam
Benda
hitam didefinisikan sebagai benda di mana radiasi yang jatuh akan
diserap seluruhnya (tidak ada yang dipantulkan). Benda hitam sempurna
sulit didapatkan. Pancaran radiasi ini pastinya memancarkan gelombang
dan panas. Maka dalam perumusannya, lmaks. T=b, dengan lmaks=pangjang gelombang maksimum, T=suhu benda, dan b=tetapan, yaitu 2,898 x 10-3 mK
Karena
radiasi yang jatuh pada benda hitam diserap seluruhnya, maka tidak
heran mengapa siang hari yang terang lebih panas dibanding malam hari
yang gelap.
Orang-orang yang berkulit putih lebih mudah terkena kanker kulit dari pada mereka yang berkulit hitam.
Orang
yang memaki baju terang cenderung akan memantulkan kembali panas yang
sampai pada bajunya. Sedangkan mereka yang memakai baju berwarna gelap
akan menyerap sempurna panas yang sampai padanya.
Begitu
pula dengan layar komputer kita, untuk mengindari radiasinya, maka
lebih baik digelapkan saja. Bahkan Google sudah menyediakan versi
gelapnya, yaitu Blackle. Selain mengurangi radiasi dari layar komputer,
Blackle juga menghemat daya listrik yang digunakan karena warna hitam
pada Blacke tentunya hanya membutuhkan sedikit cahaya sehingga daya
listrik yang diperlukan juga lebih sedikit.
Kelima: Hukum Kekekalan Energi
Energy tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energy hanya bisa diubah dari satu bentuk energy ke bentuk energy lainnya.
Energi
yang dimiliki suatu benda dalam posisi diamnya disebut energi
potensial. Apa pun bendanya, baik benda mati maupun benda hidup,
termasuk manusia.
Energi
potensial pada benda ketika digerakkan sebagian akan berubah menjadi
energi kinetik sampai pada ketinggian nol dari titik acuan
(tanah/permukaan bumi).
Untuk
membedakan penggunaan rumus antara energi potensial dan energi kinetik,
mudah saja. Pada energi potensial, karena pada kondisi diam, maka yang
menjadi acuan adalah posisinya (ketinggiannya), jadi Ep=mgh. Dalam hal
ini Ep= energi potensial, m=massa, g=percepatan gravitasi, dan h=posisi
ketinggiannya.
Sedangkan pada energi kinetik, karena terjadi pada benda bergerak, maka yang jadi acuan kita adalah kecepatannya, jadi Ek=1/2mv2 (Ek=energi kinetik, v=kecepatan).
Dan
ketika benda dijatuhkan, dari posisi awal Ep terus berkurang karena
ketinggiannya terus berkurang sampai nol. Sedangkan Ek dari nol terus
bertambah karena kecepatannya makin bertambah sampai Ek akhir= Ep awal.
Pada
kondisi diam, manusia memiliki potensi energi yang demikian besar.
Energi ini akan berubah jika ada yang memacunya. Seseorang yang sedang
diam berpotensi untuk marah atau tertawa tergantung trigger
yang diberikan. Jadi marah atau tertawa adalah energi, hanya saja marah
adalah energi negatif sedangkan positif. Dalam hal ini kita bebas untuk
memilih: mau mengubah energi potensial dalam diri kita menjadi energi
positif atau energi negatif?
Baik
energi positif maupun negatif, keduanya memiliki efek berantai yang
sifatnya serupa dengan energi pertamanya. Jika kita berbuat baik, maka
kebaikan akan menyebar dan kembali pada kita. Sebaliknya, jika kita
berbuat buruk, maka keburukan akan menyebar dan kembali pada kita. Tak
seorang pun di muka bumi ini yang tidak mau diperlakukan baik. Dan untuk
mendapatkan perilaku baik, maka kita mesti mendahului dengan berprilaku
baik pada siapa pun. Sekali lagi, surat Al-Isra ayat 7 kembali menjadi acuan saya.